Batik Betawi
- BudayaKesenian
- 8 Oktober 2022
- No Comment
- 133
Nama Batik Betawi belum setenar batik dari daerah lain seperti Pekalongan, Solo, Yogya, atau Cirebon. Namun sebenarnya Batik Betawi memiliki sejarah cukup panjang dan pernah berjaya di masa lalu. Siti Laela, pengrajin Batik Betawi di daerah Terogong, Jakarta Selatan bercerita tentang perjalanan Batik Betawi pada masa lalu.
Batik Betawi sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda. Beberapa wilayah yang menjadi sentranya seperti Senayan, Karet Tengsin, Palmerah, Kebon Kacang, dan Bendungan Hilir. Sentra produksi batik kala itu dilakukan di rumah penduduk.
Namun setelah Patal Senayan yang dikenal sebagai pusat tekstil tidak ada, secara perlahan batik rumahan juga hilang. Pamor Batik Betawi kembali muncul sekitar tahun 1960-1970, ketika Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. “Dulu ada larangan untuk membuat batik karena alasan limbah,” ungkap Laela.
Melalui Batik Terogong Betawi, Laela mengembangkan motif lain seperti lebar mengkudu yang merupakan kepanjangan dari tekun dan sabar emang kudu. “Karena membatik perlu kesabaran dan ketekunan,” jelasnya. Dia juga mengenalkan motif lainnya seperti tapak liman dan pencakar langit. “Saya harus buat motif yang lebih modern tapi tetap ada unsur Betawinya,” tambah Laela.
Batik Betawi secara warna, corak dan motif berbeda dengan batik lainnya. Decy Widhiyanti, pemilik Febrin House of Betawi menerangkan motif tumpal atau pucuk rebung menjadi ciri khas Batik Jakarta ini. Kedua motif itu mengandung makna harapan baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam busana, motif tersebut biasa dilihat pada pakaian yang dikenakan kebaya None Jakarta. Ada pula motif buket atau bunga yang melambangkan kebahagiaan, keceriaan, kecantikan, kelembutan, dan kemurnian.