Rahasia Ondel-Ondel
- Budaya
- 8 Oktober 2022
- No Comment
- 135
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Semula ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini menjadi wilayah Betawi. Walaupun pertunjukan rakyat semacam itu terdapat pula dibeberapa tempat lain seperti di Priangan dikenal dengan sebutan Badawang, di Cirebon disebut dengan sebutan Barongan Buncisdan di Bali disebut dengan Barong Landung, tetapi ondel-ondel memiliki karakteristik yang khas. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenk moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana hanya dengan “bekakak” dalam upacara “potong bekakak” digunung gamping sebelah selatan kota Yogyakarta, yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun.
Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu dengan ukuran kurang lebih 2,5 m, tingginya dan garis tengahnya kurang dari 80 cm. Dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang berada didalamnya dapat bergerak agak leluasa. RAmbutnya dibuat dari ijuk, “duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau kedok, dengan mata bundar (bulat) melotot.
Ondel-ondel yang menggambarkan laki-laki mukanya bercat merah yang mengambarkan perempuan bermuka putih atau kuning. Ondel-ondel biasanya digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, seperti mengarak pengantin sunat dan sebagainya. Lazimnya dibawa sepasang saja, laki dan perempuan. Tetapi dewasa ini tergantung dari permintaan yang empunya hajat. Bahkan dalam perayaan-perayaan umum seperti dibawa beberapa pasang, sehingga merupakan arak-arakan tersendiri yang cukup meriah.
Musik pengiring ondel-ondel tidak tertentu, tergantung masing-masing rombongan. Ada yang diringi Tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, kampung Setu. Ada yang diiringi gendang pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh (alm), sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diiringi Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana Ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, Kalideres.
Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen. Pendukung utama kesenian ondel-ondel petanu yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
Pembuatan ondel-ondel dilakukan secara tertib, baki waktu membentuk kedoknya demikian pula pada waktu menganyam badannya dengan bahan bambu. Sebelum pekerjaan dimulai, biasanya disediakan sesajen yang antara lain berisi bubur merah putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga-bungaan tujuh macam dan sebagainya, disamping sudah pasti di bakari kemenyan.
Demikian pula ondel-ondel yang sudah jadi, biasa pula disediakan sesajen dan dibakari kemenyan, disertai mantera-mantera ditujukan kepada roh halus yang dianggap menunggui ondel-ondel tersebut. Sebelum dikeluarkan dari tempat penyimpanan, bila akan berangkat main, senantiasa diadakan oleh pimpinan rombongan, atau salah seorang yang dituakan. Menurut istilah setempat upacara demikian disebut “Ukup” atau “ngukup.